Fauziah, Guru Anakku yang Alim (1)

November 16, 2010 § 1 Komentar

“Tapi hari ini aku kan harus bertemu temanku, Mah. Hmm, baiklah nanti Bapak yang jemput Adek di sekolah. Assalamualaykum.”

Benar-benar sial nasibku. Sengaja kuambil cuti selama 5 hari untuk bersantai-santai di rumah dan hangout dengan teman-temanku, ehh, tiba-tiba istriku menelepon dan menyuruhku menjemput Roni, anakku satu-satunya. Biasanya setiap hari istriku-lah yang menjemput Roni, tapi hari ini dengan alasan ada pertemuan dengan temannya di Komunitas Menulis, dia pun pergi dan malah menyuruhku untuk menjemput ke sekolah.

Setengah jam lagi Roni pulang, dan tanpa bersiap-siap aku pun langsung berangkat dengan sepeda motor ke sekolahnya. Kupikir, buat apa aku rapih-rapih, paling di sekolah nanti cuma ada ibu-ibu tukang rumpi yang memakai bedak tebal. Alhasil, 10 menit sebelum bel pulang berbunyi, aku pun telah sampai di halaman sekolah Roni.

Aku pun langsung menuju ruang kelas Roni yang masih duduk di kelas 1 Sekolah Dasar Islam itu. Sebelum berangkat tadi aku sempat mengirimkan SMS kepada istriku, menanyakan letak ruang kelas Roni. Aku mengintip sedikit ke dalam ruang kelas lewat sela-sela jendela dan sekilas melihat seorang wanita berjilbab panjang yang sedang menulis di papan tulis. Ohh, jadi itu tho gurunya Roni. Setelah itu pandanganku langsung berpindah ke pojok ruangan di mana Roni sedang duduk penuh perhatian ke depan.

“Kriiiiiinggg …. “

Suara bel itu benar-benar mengagetkan aku. Telingaku sampai berdengung karenanya. Kuintip lagi lewat jendela Roni dan teman-temannya langsung membereskan buku-buku dan alat tulis mereka. Tak berapa lama kemudian beberapa anak pun langsung berhamburan keluar ruang kelas dan menyongsong ibu-ibu mereka yang telah menunggu di luar. Sepertinya hanya aku saja bapak-bapak yang menjemput anaknya siang ini, benar-benar bikin malu.

Setelah keramaian itu mereda, aku belum juga melihat Roni keluar. Kuberanikan diri untuk masuk ke dalam dan melihat Roni sedang berbincang dengan gurunya yang berjilbab itu di pojok ruang kelas. Perlahan aku mendekat dan mulai bisa menangkap bentuk tubuh sang guru itu dengan jelas.

Aku menelan ludah. Yang pertama kali aku tangkap dari guru anakku itu adalah bagian pantatnya yang tercetak jelas dir ok berwarna krem itu. Karena ibu guru itu sedang dalam posisi berjongkok, aku bahkan bisa melihat sedikit betisnya yang masih tertutup kaos kaki panjang. Pikiran nakalku langsung bekerja.

Walau telah mempunyai istri yang cantik dan berbadan seksi, aku tetap tak bisa menutupi hasrat seksual ku terhadap wanita lain walau telah berumur kepala empat seperti sekarang. Uniknya nafsuku hanya berselera kepada wanita-wanita yang berjilbab lebar dan menutup rapat auratnya seperti ibu guru yang sedang berjongkok di hadapanku ini. Mungkin benar kata pepatah, apa yang terlalu ditutup biasanya selalu memancing orang untuk melihat bagaimana isi di baliknya.

“Permisi. Ada apa ini Bu?”

Oww, begitu dia berbalik aku kembali terkejut. Tidak hanya tubuhnya yang montok, namun ibu guru ini juga mempunyai paras yang menawan. Usianya kutaksir baru sekitar 26 tahun, cantik, berkulit putih dan berhidung mancung. Wajahnya begitu lembut khas orang sunda.

“Hmm, maaf, Bapak ini siapa yah?”

“Kenalkan, saya Rahmat, Bapaknya Roni, kalau ibu?”

Ibu guru berjilbab itu pun berdiri dan menyalami tanganku. Kurasakan tangannya benar-benar lembut, apalagi ditambah senyumnya yang begitu manis. “Kenalkan, saya Fauziah, gurunya Roni.”

***

Sebelum melanjutkan cerita, mungkin aku harus mengenalkan diri terlebih dahulu kepada pembaca. Namaku Rahmat, seorang pegawai swasta berusia 45 tahun. (Baru) beristri dan beranak satu. Di usiaku yang sudah setengah baya ini, tubuhku masih terlihat atletis. Maklum lah, semenjak SMA aku rajin latihan basket. Tinggiku 175 cm dengan berat badan ideal.

Sejak perkenalan itu, aku dan Fauziah jadi sering berhubungan. Ternyata sewaktu kami bertemu di kelas itu, Roni sedang mengeluhkan kurang pahamnya dia akan pelajaran di sekolah. Aku pun langsung menawarkan Fauziah untuk mengajar les privat anakku sepulang sekolah. Dia pun setuju untuk datang ke rumahku seminggu 2 kali.

Beberapa kali aku mencoba mengirim sms kepada Fauziah, dan tanggapannya benar-benar di luar dugaan. Sepanjang pengetahuanku, biasanya para akhwat itu sering tertutup dengan lawan jenis, bahkan sampai ke masalah sms. Namun, Fauziah berbeda. Ia selalu membalas perhatianku kepadanya dengan santai, bahkan terkadang ia pun memberikan perhatian yang sama. Pucuk dicinta ulam pun tiba, pikirku.

Hari ini adalah hari pertama Fauziah datang ke rumah untuk mengajar Roni. Dan kebetulan pula istriku sedang keluar untuk urusan Komunitasnya. Cutiku benar-benar bermanfaat sekali, sehingga aku bisa seharian di rumah sambil menunggu kedatangan Fauziah.

“Teng nong …”

Bel rumahku berbunyi, aku pun langsung menghambur ke luar dan membuka pintu. Benarlah, di balik pintu rumahku sudah berdiri Fauziah dengan jubah panjang berwarna merah jambu dan jilbab lebar dengan warna senada. Benar-benar terlihat cantik, ughh, adik kecilku benar-benar tersiksa dibuatnya.

“Assalamualaykum, Pak. Roni nya sudah siap?”

“Ohh, sudah sudah, silahkan masuk Bu Guru.”

Setelah mempersilahkan Fauziah untuk duduk di ruang tamu, aku pun memanggil Roni dari kamarnya. Seusai menyiapkan minuman dan sedikit cemilan untuk mereka berdua, aku pun menunggui mereka belajar sambil nonton tv. Namun sebenarnya itu hanya pengalih saja, dan sebentar sebentar aku selalu melirik ke arah Fauziah. Dan bila kami berdua bertatap mata, dia hanya tersenyum simpul, membuat hatiku semakin deg-degan.

Tiba-tiba, “Kriiiiiiinggg ….”

“Iya ada apa Mah?” Ternyata istriku yang menelepon. “Apa? Pulang malam? Ya sudah hati-hati yah nanti di jalan. Mau dijemput gak? Ohh oke, waalaykumsalam.”

“Ada apa Pak?” Tiba-tiba Fauziah mengeluarkan suaranya di luar mengajarkan Roni. Kami memang sedikit canggung kalau di depan Roni, takut dia ngomong macam-macam sama ibunya.

“Ini Mamanya Roni katanya mau pulang malam, biasa ada acara di Komunitas Menulis. Paling saya jemput nanti malam di Depok. Silahkan Bu Guru dilanjutkan belajarnya.” Jawabku sambil tersenyum penuh arti. Entah kenapa aku juga merasa Fauziah sedikit sumringah mendengar kabar itu. Pikiran mesumku pun langsung menyimpulkan, kalau Fauziah juga menginginkan sesuatu dariku.

Degg, jantungku seperti berhenti berdetak. Sekarang Fauziah mengubah posisi duduknya menjadi agak membungkuk sehingga ujung jilbabnya terjuntai ke bawah. Akibat perubahan itu, aku pun bisa dengan jelas melihat payudaranya yang tersembunyi di balik jilbab panjang berwarna pink itu. Tak kusangka payudara ibu guru yang alim itu begitu besar, aku pun bingung mengapa aku tak menyadarinya waktu pertama kali bertemu.

Dia pun sepertinya menyadari bahwa aku terus-terusan melihat ke arahnya. Terkadang ia bersedekap tepat di bawah payudaranya sehingga membuat dua gunung indahnya itu terlihat membusung. Ia pun duduk dengan cara yang sedemikian rupa hingga kain bawah jubahnya sedikit terangkat ke atas. Ahh, 1 jam waktu Roni belajar privat dengan gurunya itu benar-benar membuatku bergairah.

“Sudah selesai neh Pak” tiba-tiba suara cempreng Roni mengagetkan aku yang sedang setengah nonton itu. Sedari tadi aku memang tidak memperhatikan ia belajar karena perhatianku tersita pada gurunya yang berparas manis dan bertubuh seksi.

“Ohh, ya sudah. Bereskan bukunya truz bobo yah Nak. Nanti sore baru bangun dan main.” Aku pun langsung menggiring Roni ke kamarnya. “Tunggu sebentar yah Bu Guru.”

***

Ketika aku kembali ke ruang tamu, ternyata Fauziah masih di situ sambil memainkan HPnya. Jantungku mulai tak normal berdetak, situasi ini benar-benar menggodaku untuk melanggar sumpah pernikahanku. Berdua saja di rumah dengan wanita cantik berjilbab yang terlihat begitu alim dan pintar, apalagi dia mempunyai paras yang menawan dan tubuh yang seksi.

“Hmm, bekas minumannya ditaro di mana neh, Pak?”

“Sudah biarkan saja, nanti biar saya yang bereskan dan cuci di belakang.” Jawabku sambil menunjuk ke arah dapur.

“Hee, gak usah repot-repot, Pak.” Dengan sigap Fauziah langsung membereskan piring dan gelas yang tergeletak di atas meja dan ngeloyor langsung ke arah dapur.

Aku pun mengikutinya dengan perlahan, hingga aku tepat berada di belakang akhwat manis berjilbab yang tengah mencuci piring itu. Ludahku pun tak sanggup tertelan ketika perlahan kusentuh pinggulnya dari belakang. Wow … Fauziah tak bereaksi apa-apa dan terus melanjutkan mencuci piring. Aku pun menganggapnya sebagai persetujuan.

Kupegang pinggul wanita berjilbab ini makin erat, dan kini dengan kedua tanganku dari belakang. Guru SD yang alim ini pun bagaikan menerima semua perlakuanku dengan pasrah, aku pun makin berani dan mencium lehernya dari balik jilbabnya yang lebar.

“Tubuhmu harum sekali Bu Guru …” bisikku sambil mencium pundak Fauziah, dan ia pun membalas dengan sedikit desahan. Aku pun makin birahi dibuatnya, hingga ketika ia telah selesai mencuci piring dan gelas, aku pun memberanikan diri untuk menempelkan kemaluanku di pantatnya yang padat itu sambil memeluknya dari belakang. Aku dan Fauziah seperti sepasang suami istri yang sedang memadu nafsu.

(bersambung)

Tagged: , , , ,

§ 1 Responses to Fauziah, Guru Anakku yang Alim (1)

Tinggalkan Balasan ke smallville Batalkan balasan

What’s this?

You are currently reading Fauziah, Guru Anakku yang Alim (1) at Menyingkap Sensualitas para Muslimah.

meta